no fucking license

Search This Blog

Archive

Bookmark

Kupungut Puntung yang Masih agak Panjang

Dalam hening malam yang sepi, Badrul, seorang duda berusia 50 tahun, duduk sendiri di sudut ruang tamu rumahnya yang semakin terasa sunyi. Wajahnya yang penuh kerutan mencerminkan kelelahan dan kepahitan hidup. Sinar bulan temaram menerobos masuk melalui jendela kumuh, menerangi keadaan ruangan yang sederhana. Di sudut meja kayu tua, tergeletak ponsel yang jarang berdering. Badrul mencoba mengusap peluh dingin yang menetes di keningnya, memikirkan hari-hari sulit yang harus dihadapinya.

Kupungut Puntung yang Masih agak Panjang


Badrul tidak memiliki pekerjaan tetap, dan kini dia terjebak dalam pusaran kemiskinan. Dia tidak memiliki uang, bahkan untuk membeli sebatang rokok yang mungkin bisa menghilangkan sedikit beban pikirannya. Setiap hari, dia harus mengandalkan belas kasihan adiknya yang masih tinggal serumah dengannya. Adiknya memberinya makan dari hasil sedikit uang yang berhasil dikumpulkannya. Badrul merasa malu, merasa seperti beban bagi keluarganya sendiri.

Namun, di tengah keputusasaan itu, Badrul tidak pernah kehilangan harapan. Setiap kali dia melihat puntung rokok yang masih panjang di sudut jalan, dia memungutnya dengan hati-hati, menyelipkannya ke dalam saku baju kumalnya. Itulah satu-satunya kepuasan kecil yang masih bisa dia nikmati. Sambil menghisap rokok sisa itu, dia berharap, mungkin besok akan ada rejeki yang datang padanya.

Kehidupan Badrul penuh dengan beban emosional. Dia digugat cerai oleh istrinya, meninggalkannya dengan dua anak yang sudah kuliah. Beban hutang yang menumpuk membuatnya merasa seperti terjebak dalam labirin yang tak berujung. Namun, meskipun terpuruk dalam kemiskinan dan kesendirian, Badrul mencoba untuk tetap tegar dan bertahan.

Setiap malam sebelum tidur, Badrul berdoa dengan penuh harap kepada Tuhan. Dia berharap agar keadaannya membaik, agar dia bisa memberikan kehidupan yang lebih baik bagi anak-anaknya. Dia berharap agar mereka tidak merasakan penderitaan yang dia alami saat ini. Tangisan pilu terkadang meluncur dari matanya, merasuki hatinya yang rapuh.

Namun, di balik kehidupan yang keras itu, Badrul memiliki kekuatan batin yang luar biasa. Dia tidak pernah menyalahkan takdir atau mengeluh tentang keadaannya. Sebaliknya, dia mencoba mencari kebahagiaan dalam hal-hal kecil, seperti senyuman anak-anaknya yang masih menghiasi foto di dinding rumahnya. Senyum itu memberinya semangat untuk bertahan, untuk terus berjuang meskipun jalannya penuh dengan duri dan rintangan.

Mungkin bagi banyak orang, cerita Badrul hanyalah salah satu kisah sedih yang terdengar jauh di luar sana. Namun, bagi Badrul, ini adalah kenyataan yang harus dia hadapi setiap hari. Dia adalah gambaran hidup sejati dari kegigihan, ketabahan, dan harapan yang terus membara meskipun dalam kegelapan yang dalam.

Badrul, meskipun terpuruk dalam kemiskinan, adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Dia adalah contoh nyata bahwa kehidupan mungkin memberimu ujian yang sulit, tetapi keberanian untuk tetap bertahan adalah kunci untuk mengatasi semua rintangan. Mungkin suatu hari nanti, matahari akan bersinar terang untuknya dan membawa kehidupan yang lebih baik, di mana dia tidak lagi harus memungut puntung rokok panjang di sudut jalan, melainkan bisa membeli rokok dan kebutuhan dasarnya dengan uang hasil jerih payahnya sendiri. Semoga harapannya menjadi nyata, karena dia pantas mendapatkan kebahagiaan setelah begitu banyak penderitaan yang dia alami.

Post a Comment

Post a Comment

This blog tries to share the idea of ​​prioritizing needs over wants. If you have any feedback, please post a comment. Thank you for your visit. I pray for those who visit and/or comment, if they are Muslims, they will go on the Hajj, become rich and enter heaven. Amen!